Influencer marketing adalah topik yang tidak asing di telinga seorang marketer saat membahas mengenai strategic planning. Salah satu keuntungan menggunakan influencer marketing adalah dapat membantu dalam mendukung keputusan pembelian dari konsumen.
Berdasarkan Rakuten Marketing (2019), 8 dari 10 konsumen membeli sebuah produk setelah produk tersebut direkomendasikan oleh seorang influencer. Influencer marketing juga membantu untuk mendapatkan ROI yang lebih tinggi dibandingkan dengan marketing tools tradisional lainnya seperti digital advertisements, SEO, dan e-mail marketing (Oberlo 2020).
Kesempatan dan tantangan dalam menggunakan influencer marketing tidak ada ujungnya. Partipost menemukan banyak artikel menjelaskan bahwa influencer marketing dapat membantu perusahaan untuk mencapai goals-nya. Namun, mayoritas marketer justru tidak mendapatkan hasil yang terbaik setelah menggunakan influencer marketing.
Mengapa? Berikut 5 alasan marketer gagal dalam mengeksekusi influencer marketing dan apa yang dapat Anda lakukan untuk menghindarinya!
1. Memilih influencer yang salah
Kebanyakan brand dan perusahaan terlalu berfokus pada seberapa populer seorang influencer seperti Key Opinion Leader (KOLs). Faktanya, selama bertahun-tahun, influencer mendapatkan followers-nya berdasarkan audiens yang tertarik pada segmen tertentu dan berkaitan dengan influencer tersebut.
Langkah ini menjadi salah satu masalah yang paling sering dialami oleh brand: berasumsi bahwa influencer dengan followers yang banyak akan langsung menjangkau audiens yang lebih banyak.
Padahal, brand seharusnya mempertimbangkan mengenai spesialisasi dan niche dari influencer tersebut serta konten seperti apa yang disukai oleh followers-nya.
Jika Anda ingin mempromosikan sebuah produk pembersih melalui seorang gamer; dengan semua kontennya yang berupa game, Anda perlu bertanya pada diri Anda sendiri: apa hubungannya?
Tips nomor 1: pilihlah influencer yang sesuai dengan industri Anda untuk mendapatkan lebih banyak audiens yang tepat dan berpotensi membeli produk Anda!
2. Mengabaikan engagement rate
Bagaimana jika Anda telah memilih influencer yang sesuai dengan industri Anda namun engagement rate dan reach-nya rendah?
Apakah influencer dengan followers banyak selalu memiliki engagement rate dan reach yang baik? Belum tentu! Ini berkaitan dengan kasus fake followers, di mana influencer membeli followers untuk akun media sosial mereka agar dapat direkrut oleh brand.
Ketika followers bukan merupakan followers organik atau audiens yang tertarik dengan influencer tersebut, maka engagement tidak akan terjadi. Alhasil, brand awareness dan reach juga tidak akan tercapai.
Namun, sulit untuk menentukan apakan influencer tersebut memiliki fake followers atau tidak. Sebagai solusinya, brand dapat melihat engagement rate (ER) dari seorang influencer. ER akan membantu marketer untuk melihat apakah followers aktif berinteraksi dengan influencer atau justru pasif.
Bagaimana caranya?
- Ada beberapa website yang membantu marketer untuk menghitung ER dari seorang influencer. Beberapa di antaranya:
- inbeat.co
- phlanx.com
- omninfluencer.com
- Anda juga dapat mempelajari cara menghitung ER dari seorang influencer di sini!
- Baca di sini untuk informasi lebih lanjut mengenai rata-rata ER influencer yang tergabung di Partipost!
Tips nomor 2: hitung ER dari influencer untuk melihat seberapa aktif interaksi followers mereka dan influencer tersebut.
3. Konsisten adalah kunci
Mengeksekusi influencer marketing tidak cukup satu kali! Dibutuhkan konsistensi dalam menjaga hubungan baik dengan influencer. Salah satunya adalah memberikan kebebasan kepada influencer.
Ketika Anda memberikan influencer kebebasan dalam berkreatifitas dan berinovasi mengenai produk Anda, followers mereka akan melihat keunikan dari konten produk yang diulas.
Sebaliknya, jika Anda terlalu mengontrol influencer, seperti mengatur caption dan foto secara berlebihan, maka followers justru akan mengenali perbedaannya dan menganggap bahwa konten tersebut adalah semata-mata untuk promosi. Alih-alih, feedback yang didapatkan akan negatif dibandingkan positif dan berujung pada hubungan yang tidak baik antara brand dan influencer.
Tips nomor 3: biarkan influencer mengeksekusi konten dengan caranya sendiri! Mereka adalah seorang profesional dan paham apa yang disukai oleh followers-nya.
Sebagai tambahan, berikan brief yang jelas agar influencer memahami tujuan dan ekspektasi dari campaign yang diadakan sehingga dapat dieksekusi dengan cara mereka sendiri.
4. Salah memilih channel media sosial
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh marketer adalah tidak melakukan riset yang mendalam mengenai channel media sosial yang cocok digunakan untuk menjalankan campaign. Alhasil, awareness dan reach yang didapatkan tidak mencapai goals yang ditargetkan.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh We Are Social dan Hootsuite, diperoleh data bahwa platform media sosial terpopuler di Indonesia tahun 2021 adalah YouTube dengan persentase pengguna sebanyak , diikuti dengan WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter. Sementara TikTok berada pada peringkat ke-9.
Tapi, apakah Instagram secara otomatis lebih baik digunakan untuk influencer marketing dibanding TikTok? Tentu tidak sesederhana itu. TikTok pada faktanya banyak membuat sebuah produk viral sehingga meningkatkan penjualan dari sebuah brand.
Makanya, penting bagi marketer mempelajari mengenai channel media sosial yang tepat sesuai dengan audiens atau target pasarnya.
Tips nomor 4: lakukan riset secara holistik terhadap channel media sosial yang sesuai dengan target pasar.
5. Eksekusi campaign yang tidak tepat
Setelah memahami empat kesalahan tersebut, salah satu yang paling penting untuk diperhatikan adalah eksekusi campaign. Eksekusi yang tidak matang akan berujung pada kerugian sehingga marketer harus memahami apa saja yang perlu disiapkan sebelum melakukan campaign.
- Tentukan goals yang rasional
- Apakah Anda ingin menciptakan brand awareness? Meluaskan reach? Atau meningkatkan sales? Buat goals sedetail dan sespesifik mungkin serta rasional. Hal ini diperlukan agar dapat menentukan campaign yang sesuai.
- Buat konten campaign yang menarik
- Sebelum mengeksekusi campaign melalui influencer marketing, Anda harus memahami bahwa menarik atau tidaknya campaign tetap bergantung pada brief yang Anda berikan. Usahakan brief dapat dieksekusi dengan kreatif oleh influencer dan sesuai dengan brand persona Anda.
- Manajemen campaign
- Melakukan influencer marketing juga tetap membutuhkan manajemen dan tracking campaign yang konsisten. Pastikan bahwa Anda dapat melakukan tracking ini secara mudah mengingat eksekusi influencer marketing sulit untuk diukur hasilnya.
- Jangan berfokus pada satu influencer saja!
- Kebanyakan brand menganggap bahwa influencer marketing cukup dilakukan dengan berfokus pada satu influencer saja (biasanya yang memiliki banyak followers). Namun, hal ini dapat berisiko jika tidak direncanakan dengan matang.
Alternatifnya, Anda dapat menggunakan sejumlah influencer dengan followers yang tidak begitu banyak namun memiliki engagement rate yang tinggi dan aktif berinteraksi dengan audiensnya seperti nano atau micro influencer.
Conclusion
Partipost membantu Anda mengelola influencer marketing di satu tempat saja. Komunitas influencer kami terdiri dari 400.000+ profil yang mayoritas merupakan nano dan micro influencer.
Anda juga dapat melakukan filter berdasarkan spesialisasi yang sesuai dengan brand Anda. Selain itu, Partipost dapat menghemat waktu dan membebaskan brand untuk memberikan brief kepada influencer dalam melakukan influencer marketing.
Tertarik menjalankan campaign bersama Partipost? Ceritakan tentang brand Anda di sini.